36. Dari Amr bin Abasah r.a., ia berkata, “Iman manakah yang lebih utama?” Nabi saw. menjawab, “Hijrah.” Amr bertanya, “Apakah hijrah itu?” Nabi saw. menjawab, “Engkau tinggalkan keburukan.” (H.r. Ahmad, ini adalah potongah hadits) .
37. Dari Sufyan bin Abdillah Ats-Tsaqafi r.a., ia berkata, “Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku satu perkataan yang tidak perlu aku tanyakan lagi kepada orang lain sepeninggalmu (dalam hadits Abu Umamah dengan lafadz: selain engkau).’ Rasulullah saw. menjawab, ‘Katakanlah, ‘Aku beriman kepada Allah, lalu istiqamahlah.’” (H.r. Muslim)
Keterangan
Yang dimaksud lalu istiqamahlah adalah tetap berada di ketauhidan dan ketaatan kepada Allah (Mirqah).
38. Dari Abdullah bin Amr bin Al-‘Ash r.huma., ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya iman itu dapat menjadi usang di dalam hati kalian seperti usangnya pakaian. Maka mintalah kepada Allah supaya Dia memperbarui keimanan yang ada di hati kalian.” (H.r. Hakim)
39. Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Nabi saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah mengampuni umatku terhadap apa yang dibisikkan oleh hatinya selama tidak dilakukan atau diucapkan.” (H.r Bukhari)
40. Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, “Telah datang sekelompok orang dari kalangan sahabat Nabi saw., lalu mereka bertanya kepada beliau, ‘Sesungguhnya kami merasakan dalam diri kami, sesuatu yang berat rasanya bagi kami untuk membicarakannya.’ Beliau bertanya, ‘Sungguh kalian merasakannya?’ Mereka berkata, ‘Benar.’ Beliau bersabda, ‘Itulah iman yang nyata.’” (H.r. Muslim)
Keterangan
Yang dimaksud itulah iman yang nyata adalah: “Rasa berat hati kalian untuk membicarakannya itu merupakan iman yang nyata. “Karena rasa berat hati, dan perasaan takut yang sangat terhadap masalah tersebut, juga untuk membicarakannya, apalagi meyakininya, hanya terjadi pada orang yang imannya benar-benar sempurna dan hilang keraguan dan kebimbangan dari dirinya. (Syarah Muslim, Imam Nawawi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar